Dalam praktik manajemen SDM, fokus tidak hanya pada kehadiran fisik karyawan, tetapi juga keterlibatan mental dan emosional mereka. Resenteeism adalah fenomena baru dalam dunia kerja yang semakin banyak ditemui: karyawan tetap hadir di kantor atau online, namun sebenarnya menyimpan rasa kecewa, frustrasi, dan ketidakpuasan yang mendalam terhadap lingkungan kerja. Fenomena ini sangat penting dikenali dan ditangani karena dapat berdampak serius pada budaya kerja dan performa bisnis secara keseluruhan.
Apa Itu Resenteeism dan Mengapa Ini Berbahaya?
Resenteeism berasal dari kata resentment (rasa kesal/tertekan) dan presenteeism (karyawan hadir tapi tidak produktif). Artinya, karyawan secara sadar memilih tetap bekerja meskipun mereka sudah tidak puas, tidak termotivasi, bahkan merasa tidak dihargai. Mereka tetap bekerja karena alasan finansial, rasa takut kehilangan pekerjaan, atau sulitnya mencari pekerjaan baru.
Dalam dunia manajemen SDM, resenteeism lebih sulit dideteksi dibanding burnout atau turnover. Karena secara kasat mata, karyawan tetap hadir dan bekerja. Namun, di balik layar mereka menyimpan rasa enggan, sinis, dan kehilangan semangat. Ini adalah alarm yang seharusnya mendorong perusahaan untuk mengevaluasi pendekatan mereka terhadap kepuasan dan retensi karyawan.
2. Faktor-Faktor Penyebab Resenteeism
Beberapa penyebab utama resenteeism antara lain kurangnya apresiasi terhadap kerja keras, komunikasi internal yang buruk, ketidaksesuaian ekspektasi pekerjaan, peluang karier yang stagnan, hingga gaya kepemimpinan yang otoriter atau tidak inklusif. Karyawan merasa tidak punya kontrol atas kariernya, sehingga memilih bertahan dalam diam.
Manajer SDM harus cermat melihat pola-pola kecil yang bisa menjadi indikasi awal terjadinya resenteeism. Dengan melakukan audit budaya kerja dan survei kepuasan kerja secara berkala, perusahaan bisa memahami di mana letak masalahnya dan menyusun strategi yang lebih proaktif.
3. Tanda-Tanda Resenteeism yang Perlu Diwaspadai
Tanda-tanda umum resenteeism meliputi perubahan perilaku seperti menjadi pasif dalam diskusi, enggan berpartisipasi dalam inisiatif baru, sering menghindari tanggung jawab tambahan, serta tidak menunjukkan antusiasme seperti sebelumnya.
Dalam jangka panjang, karyawan bisa mengalami disosiasi dengan pekerjaan, merasa “numpang lewat,” bahkan menyebarkan energi negatif ke rekan kerja.
Bagi praktisi manajemen SDM, penting untuk membangun sistem evaluasi yang tidak hanya mengukur output, tetapi juga perilaku kerja dan indikator kesejahteraan psikologis karyawan. Mengabaikan tanda-tanda resenteeism bisa menyebabkan krisis budaya kerja yang sulit dibalikkan.
4. Dampak Jangka Panjang Resenteeism terhadap Organisasi
Jika dibiarkan, resenteeism dapat menimbulkan efek domino di perusahaan: menurunnya produktivitas tim, meningkatnya konflik internal, dan hilangnya kreativitas serta inovasi. Karyawan yang resah cenderung tidak berkontribusi maksimal, dan ini bisa memperlambat pencapaian target perusahaan.
Lebih jauh lagi, reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang “tidak sehat” bisa menyebar luas, terutama di era digital seperti sekarang. Ini akan menyulitkan proses rekrutmen talenta unggul dan memperbesar risiko turnover jangka panjang.
5. Langkah Strategis Mencegah dan Mengatasi Resenteeism
Langkah awal yang efektif adalah dengan membangun budaya kerja yang terbuka terhadap umpan balik. Ciptakan ruang aman untuk berdiskusi, baik secara satu-satu maupun kelompok. Program mentoring dan coaching juga dapat membantu karyawan merasa lebih dihargai dan memiliki arah perkembangan karier yang jelas.
Selain itu, penting bagi manajemen SDM untuk merancang kebijakan kerja yang adil dan fleksibel, memberikan penghargaan yang sesuai atas kontribusi, dan terus menjaga kejelasan komunikasi antar tim dan departemen. Tidak kalah penting, kepemimpinan harus memberi contoh dengan menunjukkan empati dan kepedulian nyata terhadap kondisi timnya.
Bangun Lingkungan Kerja yang Sehat Bersama Klique
Klique hadir sebagai mitra terpercaya Anda dalam mengelola tantangan manajemen SDM, termasuk mengatasi fenomena seperti resenteeism. Kami membantu Anda membangun strategi HR yang berbasis data dan empati, agar karyawan tidak hanya bertahan — tapi juga tumbuh dan berkembang bersama perusahaan.

