Resenteeism dan Bahayanya: Dampaknya terhadap Produktivitas dan Kesehatan Mental Karyawan

Resenteeism dan Bahayanya: Dampaknya terhadap Produktivitas dan Kesehatan Mental Karyawan

Dalam dunia manajemen SDM, kehadiran fisik karyawan sering kali dianggap sebagai indikator loyalitas dan kinerja. Namun, realitasnya tak selalu demikian. Fenomena resenteeism—di mana karyawan tetap bekerja walau merasa kecewa, tidak bahagia, dan tidak puas—menjadi isu yang makin penting untuk diperhatikan.

Resenteeism bukan hanya berbahaya bagi budaya kerja, tetapi juga memiliki dampak serius terhadap produktivitas dan kesehatan mental karyawan.

Jika perusahaan Anda menghadapi tantangan retensi atau penurunan semangat kerja, layanan HR Consultant dari Klique siap membantu Anda menemukan solusi strategis yang tepat. Mari pahami lebih dalam tentang resenteeism melalui poin-poin berikut.

Produktivitas Menurun secara Perlahan tapi Konsisten

Karyawan yang mengalami resenteeism cenderung hanya melakukan pekerjaan minimum sesuai tanggung jawabnya, tanpa antusiasme atau inisiatif tambahan. Mereka hadir secara fisik, tetapi tidak secara emosional atau intelektual. Akibatnya, performa tim secara keseluruhan bisa menurun.

Dalam jangka panjang, ini berdampak pada pencapaian target organisasi dan penurunan kualitas layanan atau produk. Oleh karena itu, manajemen SDM perlu menyusun strategi jangka panjang untuk mendeteksi dan mengatasi gejala resenteeism sejak dini.

Menurunnya Keterlibatan dan Semangat Kerja

Salah satu ciri khas resenteeism adalah hilangnya rasa memiliki terhadap pekerjaan. Karyawan tidak lagi merasa bangga terhadap kontribusinya, dan lebih memilih menjalani hari kerja secara otomatis. Hal ini membuat keterlibatan (employee engagement) anjlok.

Kondisi ini sangat memengaruhi dinamika tim. Tanpa semangat dan partisipasi aktif, sinergi dalam tim akan terganggu dan pencapaian hasil kerja kolektif bisa jauh dari maksimal.

Meningkatnya Risiko Burnout

Meskipun tampak pasif, karyawan yang mengalami resenteeism menyimpan tekanan psikologis yang terus meningkat. Mereka mungkin merasa terjebak, tidak didengar, dan tidak dihargai. Perasaan ini bisa menumpuk dan berujung pada burnout.

Burnout tidak hanya mengurangi produktivitas, tapi juga berdampak pada kesehatan mental secara keseluruhan. Ini bisa menyebabkan peningkatan angka absensi, konflik internal, bahkan pengunduran diri mendadak.

Munculnya Lingkungan Kerja yang Negatif

Karyawan yang tidak bahagia secara tidak langsung bisa menyebarkan energi negatif di lingkungan kerjanya. Mereka bisa menjadi sumber keluhan, gosip, atau sinisme terhadap kebijakan perusahaan. Hal ini menular dan bisa merusak semangat tim lainnya.

Dalam manajemen SDM, hal ini disebut dengan toxic culture spillover, di mana satu individu bisa menciptakan efek domino yang mengganggu suasana kerja secara keseluruhan.

Penurunan Inovasi dan Kreativitas

Resenteeism juga berdampak pada hilangnya dorongan untuk berpikir kreatif. Karyawan yang tidak merasa dihargai atau tidak memiliki motivasi cenderung enggan memberikan ide baru, mencoba pendekatan berbeda, atau mengambil risiko untuk berinovasi.

Jika hal ini berlangsung lama, perusahaan bisa kehilangan keunggulan kompetitifnya. Tim inovasi pun menjadi stagnan karena minimnya partisipasi dari SDM internal.

Retensi Karyawan yang Rentan Gagal

Karyawan yang mengalami resenteeism bisa saja bertahan dalam waktu lama, tetapi bukan karena loyal, melainkan karena merasa tidak punya pilihan lain. Ini membuat proses retensi menjadi ilusi—seolah-olah turnover rendah, padahal semangat kerja juga sangat rendah.

Tanpa strategi retensi yang manusiawi dan tepat sasaran dari sisi manajemen SDM, perusahaan akan terus menghadapi risiko turunnya kualitas SDM secara diam-diam.

Hadapi Resenteeism dengan Strategi HR dari Klique

Jika Anda mencurigai adanya resenteeism di lingkungan kerja Anda, saatnya mengambil langkah nyata. Klique sebagai mitra HR Consultant terpercaya membantu perusahaan dalam membangun sistem manajemen SDM yang adaptif, sehat, dan manusiawi. Dari audit budaya kerja hingga strategi retensi dan kesehatan mental karyawan, kami siap mendampingi Anda.

FacebookTwitterEmailLinkedIn

Recent